corporate-news | 29 7 2020
JAKARTA - PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) menyiapkan beberapa strategi untuk menjaga pertumbuhan bisnisnya di tengah pelambatan ekonomi yang juga berefek pada Industri Ritel tahun ini.
Presiden Direktur Alfamart, Anggara Hans Prawira mengatakan, untuk menghadapi pelemahan daya beli, perusahaan menerapkan beberapa strategi, diantaranya dengan menambah jumlah gerai, memanfaatkan teknologi informasi, mengoptimalkan lini bisnis di luar negeri, serta mengerek harga jual menjadi pilihan terakhir.
Baca juga : Pembayaran TV Berlangganan Kini Bisa di Alfamart
Jika terjadi kenaikan harga, perusahaan ritel ini akan mengerek harga dengan kisaran 4 hingga 10 persen. Pasalnya, para pemasok juga sudah secara lisan menyampaikan akan menaikkan harga.
Meskipun produk yang dipasarkan di gerai Alfamart merupakan produk lokal. Namun, beberapa di antaranya mengandung bahan baku impor, sehingga turut terkena imbas pelemahan rupiah.
Hans mengakui, opsi menaikkan harga bisa menurunkan daya beli konsumen yang berujung pada melambatnya pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan. Agar roda bisnis tetap terjaga, Alfamart memanfaatkan perangkat teknologi seperti tablet guna mengefisiensikan penggunaan kertas dalam setiap laporan transaksi bisnis di jaringan tokonya.
Tak hanya itu, perusahaan ritel ini juga terus menambah gerai untuk meningkatkan volume penjualan barang. Hingga Juni 2015, perusahaan telah menambah lebih dari 500 gerai, sedangkan sisanya akan digenjot di semester kedua. “Targetnya, sekitar 1.200 penambahan gerai baru sepanjang 2015," kata Hans.
Ekonomi yang lesu juga tidak membuat perusahaan menghentikan ekspansi mereka di luar negeri. Hans menyebut, pihaknya akan membuka 100 gerai Alfamart di Filipina pada semester II/2015. “Hingga semester pertama 2015, perusahaan telah membuka 60 gerai Alfamart di Filipina,” ujarnya.
Dengan kehadiran gerai di luar negeri ini, Alfamart berharap bisa menggenjot ekspor produk-produk lokal keluar negeri via jaringan gerainya. Rupiah yang melemah diharapkan bisa membuat harga produk ekspor ini bersaing.
Hans mengatakan bahwa kondisi perekonomian saat ini menjadi tantangan bagi peritel. Karena itu lanjutnya, perusahaan tidak mematok target yang muluk untuk tahun ini. “Target pertumbuhan kami hanya sekitar 6 hingga 10 persen,” tuturnya.
Hans juga menegaskan bahwa untuk menggairahkan perekonomian nasional, pemerintah tidak cukup hanya dengan mengandalkan festive season, momen Ramadhan dan Lebaran. Dunia usaha sangat menunggu belanja Pemerintah (government spending).
“Kami berharap spending Pemerintah (anggaran belanja) segera digulirkan sehingga memicu daya beli masyarakat menjadi naik. Proyek infrastruktur yang belum dijalankan Pemerintah bisa menstimulus daya beli masyarakat,” tandasnya.
Pemasok Menaikkan Harga
Salah satu pemasok peritel, yakni Unilever, dikabarkan mulai menaikkan harga jual sejumlah produknya dengan rata-rata 1 persen per Agustus 2015. Menurut Tim Riset KDB Daewoo Securities Indonesia, manajemen Unilever mengungkapkan tiga strategi utamanya untuk meghadapi tantangan tahun ini. Pertama, meningkatkan margin, contohnya melalui promosi penjualan. Kedua, memperkuat jaringan distribusi dengan menambah fasilitas di area yang sudah dikuasai. Ketiga, meluncurkan produk baru untuk mendongkrak margin. (Sumber : Investor Daily, 26/8/2015)
Baca juga : Alfamart Raih Top Brand Award 2019 dan Top 50 Most Valuable Indonesian Brands 2019